Wabup Sintang: Perbup Nomor 18 Ini Payung Petani Tradisional

Editor: Admin author photo
Sosialisasi Perbup Sintang Nomor 18 
SINTANG, senentang.id - Wakil Bupati Sintang, Askiman memimpin Tim Pemerintah Kabupaten Sintang melakukan sosialisasi Peraturan Bupati Sintang (Perbup) Nomor 18 Tahun 2020 tentang tata cara pembukaan lahan bagi masyarakat di Kabupaten Sintang untuk Kecamatan Dedai yang dilaksanakan di Gedung Serbaguna Desa Nanga Dedai, Selasa (23/6). 

Wakil Bupati Sintang Askiman menyampaikan bahwa sosialisasi Perbup ini sangat penting untuk dilakukan supaya bisa diterapkan di  masyarakat. Ia mengatakan, Pemkab Sintang sebenarnya hanya melaksanakan perintah Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Pemkab Sintang hanya mengambil satu ayat 69 ayat 2 yang menyebutkan bahwa aturan tersebut memperhatikan dengan sungguh-sungguh kearifan lokal di daerah masing-masing. 

Ada juga Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 10 Tahun 2010 tentang mekanisme pencegahan pencemaran dan/ atau kerusakan lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau lahan yang menyebutkan masyarakat hukum adat boleh membuka lahan maksimum 2 hektar untuk ditanami varietas lokal wajib memberitahu kepala desa. 

“Pemkab Sintang juga sudah menurunkan aturan tersebut dengan Perda Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Kabupaten Sintang yang masih mengatur secara umum. Kàmi turunkan lagi ke dalam  Perbup Nomor 57 Tahun 2016 tentang tata cara pembukaan lahan bagi masyarakat di Kabupaten Sintang. Tapi masih memiliki banyak kelemahan, ditangkaplah 6 peladang di Sintang kemarin yang akhirnya mendorong kami melakukan perubahan lagi. Keluarlah Perbup 18 ini. Berjalan 2 bulan Perbup 18 ini, kami melihat ada kelemahan lagi. Keluar lagi Perbup 31 yang berisi ada penambahan ayat,” beber Askiman.

“Bakar ladang ini menurut saya, tidak mungkin dihapus. Bagi orang Dayak, bakar lahan bisa untuk usir hama, membuat tanah subur dan mengurangi keasaman tanah sehingga padi bisa tumbuh subur. Maka pembuat undang-undang ini luar biasa sudah memperbolehkan kita membakar ladang meskipun terbatas terkendali. Mari kita menghargai masyarakat adat dengan berbagai kearifan lokal mereka,” tuturnya. 

“Pembatasan 2 hektar per KK sudah sangat wajar. Berladang boleh lebih dari dua hektar. Caranya, membakarnya dua kali diwaktu berbeda. Pesan saya, lanjutkan sosialisasi berikutnya ke masing-masing desa. Sosialisasikan sampai ke dusun dan RT. Supaya masyarakat paham dengan aturan ini. Pemerintah tidak melarang kita berladang, peladang juga bukan kriminal. Perbup 18 ini payung petani tradisional. Kalau kita pakai payung ini, kita tidak akan kena hujan, kalau kita pakai Perbup ini, kita tidak akan kena tangkap dan diproses hukum. Kalau sudah ikut aturan ini, peladang memiliki administrasi yang baik, bakar ladang secara gotong-royong, ada banyak saksi saat membakar, tinggalkan ladang saat api padam, dan jumlah bakar ladang lebih teratur dan diketahui aparat desa,” ujar Askiman. 

“Kades buat surat keterangan tanah lokasi ladang, kades harus bekerja keras. Toh, lebih baik ada administrasi yang lengkap dari pada tanahnya telanjang sama sekali. Kades harus mendata orang yang berladang, luasnya dan lokasi ladang. Atur jadwal bakar ladang," pesan Askiman. (*) 
Share:
Komentar

Berita Terkini