Sekadau Kalbar, (Senentang.id) – Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kabupaten Sekadau memperkenalkan Baju Maram dan Sirat Panget Mualang, warisan budaya yang kaya akan nilai filosofis. Karya tradisional ini menjadi cerminan kearifan lokal suku Mualang yang hingga kini masih dilestarikan.Baju Maram dan Sirat Panget Mualang, warisan budaya yang kaya akan nilai filosofis.
Drs. Arsenius Meningan bersama istrinya, Hendrika L., menjelaskan bahwa pakaian adat ini memiliki makna mendalam dalam setiap detailnya. Pada pakaian pengantin laki-laki, motif Kulit Maram mencerminkan daya tarik dan semangat, sedangkan motif Cengkok Kelindang (pakis) dan Kaki Kodok (Raung Berapung) menunjukkan kedekatan dengan alam dan ketenangan hidup.
Pakaian ini juga dilengkapi dengan ikat kepala (tengkulas) dan gelang kayu (tengkelai), simbol kekuatan dan kewibawaan pria Mualang. Sementara itu, Sirat Panget sebagai bagian bawah pakaian memiliki lilitan unik dan rumbai-rumbai yang mempercantik tampilannya.
Motif seperti Raung Berapung menggambarkan kegagahan, sedangkan logam perak di bagian pinggang melambangkan status sosial. Selain untuk upacara adat, pakaian ini kerap digunakan dalam pertunjukan seni, seperti tari pedang dan silat, yang menonjolkan ketangkasan pemakainya.
Menariknya, kain Baju Maram ditenun oleh Moyang Perua (Cuit) pada akhir abad ke-19. Ia memulai tenunannya pada usia muda sekitar tahun 1880. Hingga kini, warisan budaya ini menjadi kebanggaan masyarakat Sekadau, khususnya suku Mualang.
Dengan makna dan sejarah panjang yang terkandung di dalamnya, Baju Maram dan Sirat Panget Mualang tidak hanya menjadi simbol tradisi, tetapi juga identitas kebudayaan yang patut dilestarikan.