Larangan Ekspor Migor Dicabut, Florensius Ronny Sampaikan Apresiasi

Editor: Redaksi author photo

Ketua DPRD Kabupaten Sintang, Florensius Ronny. Foto:int
Sintang, Senentang.id – Presiden Republik Indonesia (RI), Joko Widodo (Jokowi) resmi mencabut larangan ekspor minyak goreng dan Crude Palm Oil (CPO) yang mulai berlaku pada 23 Mei 2022.

Menanggapi hal tersebut diatas, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sintang, Florensius Ronny, menyambut baik atas keputusan Presiden RI, Joko Widodo yang telah mencabut larangan ekspor minyak goreng dan Crude Palm Oil (CPO) tersebut. 

“Kita menyambut baik keputusan Presiden tersebut, sebab inilah yang diinginkan para petani sawit. Karena selama ini dengan adanya kebijakan larangan ekspor kemarin berdampak pada turunnya harga sawit,” kata Florensius Ronny kepada wartawan, Senin (23/5/2022).

Sebelumnya, ia mengaku sangat menyayangkan adanya kebijakan larangan ekspor CPO ke luar negeri. Karena yang merasakan dampaknya adalah para petani sawit. Larangan ekspor CPU mengakibatkan harga Tandan Buah Segar sawit (TBS) anjlok.

“Tidak bisa kita pungkiri bahwa hal ini sangat merugikan bagi kita yang di daerah Sintang. Bahkan mungkin secara umum di Kalimantan Barat juga merasakan dampak yang sama,” ungkapnya. 

Ronny berharap pemerintahan dapat mempertimbangkan dengan matang dampak yang dihasilkan dari sebuah kebijakan. Meski demikian, ia yakin keputusan pemerintah pusat sebelumnya juga untuk kebaikan masyarakat Indonesia secara luas.

“Kita menyayangkan kebijakan larangan ekspor CPO sebelumnya dan sekarang kita mengapresiasi, karena kebijakan tersebut telah dicabut,” ujarnya. 

Legislator Nasdem ini berharap, dengan dicabutnya kebijakan tersebut harga TBS bisa kembali membaik seperti sedia kala.

“Petani sawit sangat mengeluhkan turunnya harga TBS. Khusus untuk Kabupaten Sintang sangat berdampak. Maka kita patut bersyukur, ketika Bapak Presiden telah mencabut larangan ekspor tentu menjadi kabar baik,” ungkapnya. 

Ronny berharap kedepan ada kontrol kembali dari pemerintah pusat terkait dengan harga TBS agar bisa kembali harganya seperti sebelum dilarang ekspor yang bisa mencapai Rp 4.000 per kilogram. 

“Karena Kabupaten Sintang boleh dikatakan 50-an persen masyarakat yang tersebar di 14 kecamatan sangat bergantung kepada perkebunan kelapa sawit,” pungkasnya. (tm) 

Share:
Komentar

Berita Terkini